4 peri kecil penjaga kedamaian

4 PERI KECIL PENJAGA KEDAMAIAN
Tunggu, tunggu, tunggu aku Rita, Rina diujung jalan memanggil-manggil temannya yang sudah berada di depan gedung Yerussalem menunggu giliran untuk dipanggil bagian keamanan. Tak hanya Rita yang sudah disana tetapi juga ada Rima dan Ruma. Karena takut terlambat, rina memutuskan untuk berlari secepat kilat mengejar ketinggalan. Terlihat beberapa kelas 6 yang sudah mulai turun dari masjid bak malaikat-malaikat yang siap menjemput nyawa Rina seandainya dia tak berada disana bersama kawan seperjuangannya pagi itu. Jam berapa sekarang?, tanyanya pada Rita. Tenang teman, kamu gak telat kok. Ustttttttttttttttttttttttt, bisik Rina istakhdimi lughoh akhwat, hunaka al-ukh. Ups…. katanya. Syukron ala tanbih, beberapa detik kemudian datanglah bagian keamanan memanggil mereka satu persatu dan mengecek perlengkapan serta kesiapan mereka. Setelah dirasa cukup akhirnya merekapun dipersilahkan untuk menuju medan perjuangan. Sesampai tibanya mereka disana, beberapa alat makan serta kertas berserakan menyambutnya. Tak mau kalah sepertinya, tak hanya barang-barang serta keras, di medan jihad yang lain pun beberapa daun berguguran menyambut kedatangannya, memanggil-manggil seolah mereka ingin berteriak, ambilah aku, untuk menambah keberkahanmu teman. Kata si daun.
Beberapa jam kemudian, datanglah beberapa mobil yang akan memasuki gerbang, tak ubahnya seperti satpam, membuka ataupun menutup pintu gerbang tetapi mereka sangatlah berbeda. Jiwa keikhlasan yang akan tertanam di dalam jiwa peri-peri kecil ini. Tak ada bayaran ataupun belas kasian karena hal itulah yang akan mendidik mereka, dan kelak mereka akan tahu hakikat perjuangan dan pengorbanan. Bagaimana tidak, jikalau ditenagah-tengah terik matahari yang menyengat, disiang bolong, tatkala semua teman-temannya menikmati makan siang di kopda tercinta, mereka harus berjuang membuka dan menutup gerbang yang tak mudah sebenarnya untuk dilakukan, menarik kekiri dan kekanan. Belum lagi, jika baru saja menutup datang lagi dari seberang untuk dibukakan, dan begitulah seterusnya.
Mungkin, munculah pertanyaan, jikalau harus menutup dan membuka kenapa tidak kita buka saja setiap waktu untuk memudahkan? Itulah perbedaannya, antara pondok putra dan pondok putri. Kita harus berterimakasih kepada pondok ini, yang telah mengajarkan kita banyak hal akan pentingnya sebuah makna dibalik sesuatu hal. “The fountain of Wisdom” Tak hanya sebuah gerbang biasa karena ia begitu multifungsi. Tidak sembarangan orang yang bisa memasuki gerbang tersebut. “Just for a choosen people”. Mungkin terlalu menggebu-gebu tapi itulah kenyataannya. Gerbang tak bisa diibaratkan sebagai penjara suci. Sangatlah berbeda maknanya. Seperti yang dikatakan oleh bapak wakil pengasuh Gontor Putri kampus 1 Al-Ustadz H. Ahmad Suharto, M.Pd.I “kalian itu mahal harganya, terjaga, mahfudzoh” jadi tak bisa disamakan antara pondok yang menjaga udzmata-l-mar’ahdengan penjara suci.

Rina dan teman-temanya pun menyadari betapa hari itu sangat memberikan arti. Arti sebuah perjuangan dan pengorbanan dimana tatkala teman-temannya terlelap dalam mimpi, mereka hanya bisa duduk termenung melihat birunya awan, dan kilaunya terik matahari. Tapi itulah hakikat kehidupan, hanya orang-orang yang dapat mengambil hikmah yang dapat mensyukuri betapa nikmatnya merasakan kedinamisan kehidupan di bumi pertiwi ibu kandung kita Darussalam.