”berkarya tuk menyemarakkan Idul Adha”


SIAPA YANG MAU MEMBERIKU DAGING KURBAN…………….???????????????????
Aku adalah Rina, umurku waktu itu sekitar 5 tahun aku dilahirkan dari keluarga yang cukup sederhana. tak banyak orang yang tahu tentang aku, keluargaku ataupun masa kecilku yang cukup suram.
Hari-hari kuhabiskan untuk membantu ‘’emak’’, (panggilan sayang dari kami dua bersaudara). Bapakku adalah seorang pejudi ulung yang tak tau waktu. Dimana, kemana dan berbuat apa, jarang kami hiraukan. Meskipun begitu, jauh dilubuk hati kami yang paling dalam ada rasa membuncah yang ingin kami luapkan dan ingin kami tunjukkan bahwa kami selalu menunggu ditengah keheningan malam tatkala sayup-sayup angin mulai terdengar kencang. Pintu rumah pun tak jarang kami kunci, agar bapak dapat istirahat secepatnya setelah kembalinya di keheningan. Hanya bulan dan bintang yang meraung melihat apa yang dilakukan bapak diluar sana.
Suatu hari aku dan ‘’Roni’’ (nama kakakku yag paling aku hormati) kami berdua bermain bersama di tanah lapang yang tak satupun rumput bergoyang karena dilanda kekeringan, tibalah beberapa anak petani yang ingin menggembalakan kambingnya. hai, sapaku, mereka pun menjawab dengan ketus, ‘’ada apa kau menyapaku, mana bapakmu yang tak jelas itu?’’ aku pun langsung terduduk lesu, ingin sekali aku berteriak marah kepada mereka yang tak tahu tata krama bicara. Tapi, justru kakakku Roni yang langsung menyambar bak kilat ‘’tolong jangan kau hina bapak kami, beliau adalah orang baik-baik seperti juga bapak-bapak kalian . Jadi jaga ucapan kalian’’, apa kalian tak pernah diajari bicara yang baik? Tak berhenti disitu kakak ku pun terus marah dan mengambil batu untuk menghantam Si Rudi (yang tak sopan menghinaku dan kakakku) Sunggukan tangisan pun keluar dari mataku, aku tak kuat lagi menahannya. Jangan kau hina bapak kami kataku. Tak jadi menghantam nya kakak ku pun berpaling memandangku dan memelukku.
Adik tenanglah, katanya jangan kau tunjukkan wajah muram mu dihadapan mereka, jangan tunjukkan kelemahan kita dihadapan mereka, kita harus terlihat kuat dihadapan orang-orang yang tak tahu arti kehidupan yang sesugguhnya.
Sesaat kemudian hanya tawa yang aku dengar dari anak-anak itu, salah satu dari mereka hanya membalasku dengan ejekan ‘’Dasar anak cengeng’’ sambil menghentakkan kaki meniggalkan tempat yan sunyi itu.
Setelah hari itu, kami pun berjanji untuk tidak menceritakan kejadian tersebut kepada emak. Kami pun diam seribu bahasa agar emak tak kecewa dan sediah karena anaknya dihina dihadapan masa oleh teman-teman seperanakannya.
Seminggu berlalu, mendekati hari Idul Qurban yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat kampung ini. Emak yang asyik di tungkupun tak menghiraukan kami yang sedang bersiap-siap kemasjid untuk mengikuti Takbir Keliling, dan bapak yang kami pun juga tak tahu kemana perginya.
Esok hari, ketika hari raya Idul Adha kami sekeluarga selain bapak, bersiap-siap untuk berangkat ke masjid melaksanakan Sholat Idul Adha. Sesaat setelah melangkahkan kaki didepan rumah yang bak gubuk ini bapak tiba-tiba datang dengan wajah yang sudah kuduga dari cara jalannya, pasti habis mabuk, kataku.
Jalan sempoyongan, mata merah, dan tubuh lemah seakan bumi pun tak akan menerimanya jikalau bapak menjatuhkan dirinya diatas gundukan tanah yang sedang bersuka cita di hari idul Qurban, kami pun bergegas mengajak bapak sholat di masjid, dengan lemah lunglai bapak pun menjawab ‘’aku ingin sekali bersama kalian melaksanakan sholat Id di masjid, tapi aku tak kuat lagi, sejenak bapak menceritakan kejadian yang terjadi semalam, bahwa ia terpaksa melakukannya. Karena kalau tidak aku dan kakakku akan dibawa oleh segerombolan teman-temannya untuk dijual.
Tiba-tiba berdetak kencang jantung ini, rasa bersalah yang tiada tara menyelubungi setiap urat nadi ini. Istighfar Rin, kataku dalam hati. Apa yang sudah ku lakukan selama ini, menuduh bapakmu sendiri, kataku.
Setelah bapak menceritakan semuanya, kami pun bergegas ke masjid untuk menunaikan sholat Id agar tidak masbuq. Aku, mas Roni dan emak pun beranjak dari tempat bapak yang sedang istirahat. Alhamdulillah, kami telah menunaikan sholat. Mas Roni pun cerita ke emak kalu dia ingin makan daging kurban khususnya hati dan rempela. Dengan semangat mengebu-ngebu mas Roni pun menarik – narik baju emak.
Roni : ‘’ayo mak, ayo………………….
Emak : ayo kemana Ron??
Roni : ‘’ aku pengen makan daging rempela hewan kurban, dengan logat jawanya yang khas.
Emak : ‘’ coba sekarang kamu minta ke pak Randi, yang kebetulan penanggungjawab daging kurban.
Setelah mendengar saran dari emak Kak Roni pun bergegas mendekati pak Randi dan mengutarakan maksudnya, sambil memohon. Tapi hal yang tak diduga sebelumnya pak Randi pun melongos jauh dari tempat kak Roni tanpa menghiraukannya. Kakakku pun mengejarnya sambil merengek-rengek. Dengan teganya pak Randi mendorong kakakku yang menarik bajunya hingga jatuh diatas kotoran hewan kurban yang akan disembelih. melihat kejadian itupun semua mata tertuju pada kakakku, aku berteriak mendekatinya dan memeluknya. Sudahlah kak, kita tinggalkan tempat ini, sambil menenangkan. Mungkin ini bukan rezeki kita. Ku coba tuk meyakinkannya. Kutarik kak Roni dan ku ajaknya pulang sambil ku yakinkan Hikmah yang dapat kita ambil dari kejadian ini.
Kak, Idul Adha kali ini memberikan banyak hal tentang kehidupan. Dari kembaliya bapak kerumah, sampai kejadian yang barusan kakak alami. Itu semua adalah pelajaran yang harus kita ambil segala hikmahnya, karena segala sesuatu dibalik semua kejadian Allah lah sang pencipta skenario terindah.
و قال كل فعله بالحكمة
 By : Rusmila Handayani